Perkembangan Kearifan Lokal Kesenian Bantengan turonggo seto kinasih di Desa Wilo sebagai Pengenalan budaya di Masyarakat.
PERKEMBANGAN
KEARIFAN LOKAL KESENIAN BANTENGAN DUSUN LUMANGSIH SEBAGAI MEDIA PENGENALAN
BUDAYA DI MASYARAKAT
Dalam pertunjukannya, kesenian
Bantengan Turonggo Seto Kinasih memiliki beberapa syarat yang harus diikuti
oleh pemainnya. Syarat-syarat tersebut antara lain, Pemain tidak boleh menjadi
pemabuk, dilarang menjalin hubungan dengan sesama pemain. Kesenian bantengan
Turonggo Seto Kinasih, memiliki syarat mutlak, yaitu berpakaian serba hitam
saat pertunjukan dan memakai kaos putih, syarat yang terakhir adalah mengikuti
tradisi mandi malam selama 12 malam di padepokan dalam rangka mensucikan diri
dan menghormati arwah nenek moyang.
Kesenian bantengan Turonggo Seto
Kinasih memiliki filosofi yang diantaranya adalah meminta kepada tuhan yang
Maha Esa untuk keselamatan dan Kesehatan, mensyukuri pemberian dari tuhan dan
mengajarkan kebersamaan serta toleransi antar makhluk hidup. Setiap tahapan dan
Gerakan-gerakan dalam kesenian bantengan Turonggo Kinasih ini juga memiliki
filosofi, yaitu yang pertama ada pencak silat, memiliki filosofi kita harus
terus maju dan bergerak di kehidupan untuk mencapai keridhoan dari Tuhan Yang
Maha Esa, menjaga diri sendiri dari bahaya. Gerakan pencak silat di kesenian
bantengan ini terinspirasi dari kegiatan berdzikir dan bela diri. Yang kedua
adalah jaran gila, Gerakan jaran gila ini melambangkan nafsu manusia yang tidak
terkendali, jaran gila memiliki arti, yaitu melambangkan dan menyembuhkan
dengan kasih sayang, andap asor atau rendah hati serta kecintaan dengan kasih
sayang. Yang ketiga adalah jaran punakawan. Jaran punakawan melambangkan 4
nafsu yang dimiliki oleh manusia, yaitu nafsu Lauwamah, nafsu Supiah, nafsu Amarah
dan nafsu Mutmainah. Jaran punakawan memiliki filosofi pewayangan yaitu
melambangkan makhluk tuhan. Selain itu wayang merupakan refleksi dari budaya Jawa,
artinya dalam pencerminan dari kenyataan kehidupan, nilai, dan tujuan kehidupan,
moralitas, harapan, dan cita-cita. Yang keempat adalah rampak barong.
Pertunjukan Rampak barong menggunakan
kepala naga (Nukat ghoib) yang melambangkan rahasia diri sendiri. Selain kepala
naga, rampak barong menggunakan property topeng butoh yang melambangkan amarah,
dan angkara nafsu yang dimiliki oleh manusia. Yang kelima adalah bantengan
massal, yang melambangkan gotong royong, kebersamaan, berkelompok, persatuan
dan kekuatan. Yang terakhir adalah kesurupan massal. Kesurupan massal ini
melambangkan manusia yang tidak luput dari lupa, selalu lalai terhadap tanggung
jawabnya dan memiliki ego yang tinggi.
Pertunjukan
kesenian bantengan TSK dimulai dari kegiatan memanjatkan doa-doa kepada yang
Maha kuasa agar pertunjukan bantengan berjalan dengan lancar. Kemudian
dilanjutkan dengan tarian jaran gila atau dalam bantengan biasa disebut dengan
‘Senderewe’ yang dilakukan oleh 4 orang. Tarian jaran gila adalah sebuah seni tari dengan pemain yang
seolah-olah kehilangan kesadarannya dengan gerakan tarian yang tidak beraturan.
Kemudian disusul dengan jaranan Punakawan, yaitu seni tari yang menggunakan
tokoh wayang Jawa ‘Punakawan’ sebagai simbol dari sifat dan nafsu yang dimiliki
manusia. Selanjutnya adalah Rampak Barong atau biasa disebut ‘Jepaplok’.
Pertunjukan Rampak Barong adalah pertunjukan yang menggabungkan tari dengan
menggunakan barong disertai dengan lecutan cemeti (cambuk). Selanjutnya adalah
pertunjukan inti, yaitu Banteng massal. Pada tahap ini semua pemain bantengan
akan mengalami ‘kesurupan’ atau dimasuki oleh arwah nenek moyang. Pemain
bantengan akan kehilangan kesadaran dengan melakukan hal-hal mistis dan
menggunakan sesaji untuk menghormati arwah nenek moyang. Kegiatan yang terakhir
adalah tahap penyembuhkan pemain yang kesurupan dengan meminta dan memanjatkan
doa-doa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam
pertunjukannya bantengan memiliki beberapa ornament-ornamen dan kelengkapan,
antara lain gamelan, terompet jaranan, kembang atau bunga, dupa, kemenyan, sajen
untuk menghormati arwah leluhur dan beberapa alat lain yang mendukung
kelancaran pertunjukan bantengan. Kesenian bantengan Turonggo Seto Kinasih diiringi
oleh gending jawa dengan dua sinden dan dua dalang.
Saat
ini kesenian bantengan Turonggo Seto Kinasih masih dalam masa istirahat sejenak
dan Kembali pada pertapaan untuk meminta doa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kesenian
bantengan ini memiliki jeda setiap 1 sampai 2 tahun sekali untuk beristirahat.
Namun pertunjukan bantengan Turonggo Seto Kinasih ini akan Kembali dilaksanakan
jika ada acara-acara penting, seperti acara pernikahan, khitanan, bersih desa
dan suroan atau maulud nabi.
Penyusun: Afifaturrozia
Putri, Andhita Lintang, Dhani Sanjaya, Dinara Salvina, Wahyu Adi, Yurinda Vania,
Komentar
Posting Komentar